Selasa, 25 November 2014

PEMBUATAN SIKLOHEKSANON

[Penulis: Lusi Oksri Dona]

[10513058; 02; IV]


Abstrak

                Sikloheksanol dapat disentesis menjadi sikloheksanon. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi oksidasi sikloheksanol menggunakan oksidator natrium kipoklorit. Reaksi oksidasi dilakukan dalam suasana asam dengan penambahan asam asetat. Asam asetat akan mengaktivasi natrium hipoklorit, sehingga dihasilkan asam hipoklorit yang bereaksi lebih lanjut dengan reaksi E2 sehingga menghasilkan produk keton (sikloheksanon ) dan ion klorida. Sikloheksanon yang diperoleh dapat dioksidasi kembali dengan oksidator kuat KMnO4 sehingga menghasilkan asam adipat..
                 
Kata kunci: oksidasi, oksidator, sikloheksanol, sikloheksanon, asam adipat.
Abstract

Cyclohexanol can be synthesized into cyclohexanone. The reaction is cyclohexanol oxidation reaction using sodium hypoclorite oxidant. Oxidation  reaction carried out under acidic conditions with the addition of acetic acid.acetic acid activates sodium hypoclorite, to produce hyposlorous acid wich reacts further with E2 reaction to produce ketone ( cyclohexanone ) and chloride ion. Cyclohexanone obtained can be oxidized back with strong oxidizing agents KMnO4 resulting adipat acid.

Keywords: oxidation, oxidizing, cyclohexane, cyclohexanone, adipat acid.




1.    PENDAHULUAN

Pembuatan sikloheksanon dari sikloheksanol, merupakan reaksi oksidasi alkohol sekunder alisiklik menjadi keton alisiklik dengan oksidator kalium dikromat dalam suasana asam.

Reaksi oksidasi alkohol dengan Cr(VI) paling banyak digunakan, namun senyawa Cr(VI) bersifat karsinogen pada sistem pernafasan. Oleh karena itu, pada percobaan ini digunakan oksidator natrium hipoklorit. Reaksi oksidasi ini berlangsung lebih cepat dalam suasana asam, sehingga ditambahkan asam asetat yang fungsinya dapat mengubah natrium hipoklorit menjadi asam hipoklorit yang nantinya dapat bereaksi lebih lanjut dengan reaksi E2, sehingga menghasilkan produk keton dan ion klorida.
Asam adipat adalah sejenis asam karboksilat yang merupakan bahan dasar pembuatan Nylon 6.6. Pembuatan asam adipat biasanya dilakukan dengan mengoksidasi sikloheksanol atau sikloheksanon dengan oksidator asam nitrit, HNO2. Namun penggunaan asam nitrit menimbulkan emisi gas N2O yang dapat menyebabkan menipisnya lapisan ozone. Karena itu pada percobaan ini digunakan oksidator KMnO4.

2.      METODE PERCOBAAN

Sintesis Sikloheksanon dari Sikloheksanol

Sebanyak 8 ml (0,075 mol) sikloheksanol dimasukan kedalam labu Erlenmeyer 250 ml. Campuran 4 ml asam asetat dengan 115 ml larutan pemutih ditempatkan dalam corong pisah 250 ml. Campuran ditambahkan ke dalam labu yang berisi larutan sikloheksanol secara perlahan sambil di goyangkan pelan. Selama penambahan, suhu dijaga sekitar 40-500C. Apabila suhu di atas 500C masukan larutan ke dalam penangas es. Waktu penambahan campuran 15-20 menit. Labu Erlenmeyer digoyangkan secara berkala selama 20 menit berikutnya agar reaksi berlangsung sempurna. Lalu ditambahkan indikator timol biru. Secara perlahan sambil digoyangkan, ditambahkan 15 – 20 mL larutan NaOH 6 M. Kemudian campuran reaksi dimasukan ke dalam labu bundar 250 mL, dan ditambahkan batang pengaduk magnet. Terhadap larutan ini diakukan distilasi sederhana dalam penangas air sampai diperoleh distilat sebanyak 40 ml. Distilat kemudian dimasukan ke dalam corong pisah dan dijenuhkan dengan garam NaCl 10 g, lalu diekstraksi dua kali masing-masing menggunakan 15 mL eter. Fasa organik dan air dipisahkan. Fasa organik (sikloheksanon+eter) ditambahkan 3 g natrium sulfat anhidrat dan didistilasi di atas penangas air pada pemanas listrik. Dikumpulkan fraksi didih pada suhu (154-156)0C. Untuk menentukan kemurniannya diukur indeks bias dan di hitung % rendemennya.

Oksidasi Sikloheksanon menjadi Asam Adipat

Sebanyak 2,5 g sikloheksanon dan 7,7 g KMnO4 dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL, ditambahkan 32 mL air, lalu goyangkan. Suhu dipertahankan sampai 300C kemudian ditambahkan 1 mL larutan NaOH 3 M. Kenaikan suhu diamati pada termometer. Pada saat suhu mencapai 450C (15 menit), laju proses oksidasi dipelankan dengan mendinginkan labu dalam air es, dijaga suhu pada 45 C selama 20 menit. Tunggu sampai ada sedikit kenaikan suhu (470C) dan suhu diturunkan kembali (25 menit). Kemudian dipanaskan campuran reaksi sambil digoyangkan di atas pemanas untuk menyempurnakan reaksi dan mengendapkan mangan dioksida (warna coklat). Jika permanganat masih ada, ditambahkan natrium bisulfit. Campuran reaksi disaring dengan corong Buchner. Filtrat yang diperoleh diuapkan di atas pemanas listrik sampai volume mencapai 8 mL dan larutan berwarna jernih. Apabila larutan masih berwarna, ditambahkan sedikit karbon aktif, lalu disaring kembali, dicuci dengan sedikit air. Filtratnya diuapkan kembali sampai volume sekitar 8 mL. Larutan kemudian diasamkan dengan menambahkan HCl pekat sampai pH 1 – 2 (digunakan kertas pH universal), lalu ditambahkan sedikit asam berlebih sampai terbentuk kristal. Kristal yang diperoleh disaring dengan corong Buchner dan di cuci dengan sedikit air dingin/es. Kemudian ditentukan titik leleh asam adipat (t.l. 1520C– 153 0C).

3.      HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis Sikloheksanon dari Sikloheksanol

Alkohol sekunser dapat dioksidasi menjadi keton. Pembuatan sikloheksanon dilakukan dengan cara mengoksidasi sikloheksanol menjadi sikloheksanon menggunakan oksidator natrium hipoklorit ( NaClO ). Biasanya oksidasi dilakukan dengan oksidator kalium dikromat karena kalium dikromat ( K2Cr2O7 ) merupakan oksidator kuat. Namun, kalium dikromat berbahaya dan bersifat karsinogen pada system pernafasan dan produk tereduksinya, yaitu Cr (III) juga berbahaya dan beracun bagi lingkungan. Oleh karena itu, pada percobaan ini digunakan oksidator NaOCl yang lebih murah dan mudah diperoleh.
Reaksi oksidasi ini dilakukan dalam suasana asam, dengan penambahan asam asetat. Larutan asam asetat akan mengaktivasi NaOCl dan terbentuklah HClO,
HClO ini merupakan oksidator sebenarnya yang akan bereaksi lebih lanjut dengan sikloheksanol melalui reaksi E2. HClO yang terdiri dari ion kloronium yaitu Cl+, akan tereduksi menjadi ion Cl- dengan menerima 2 elektron dari sikloheksanol. Demikian, sikloheksanol teroksidasi menjadi sikloheksanon.
                Saat penambahan asam asetat pada campuran sikloheksanol dan larutan pemutih dilakukan secara perlahan dan di jaga suhu sekitar ( 40 – 50 ) 0C. Asam asetat ini akan memberikan suasana asam pada reaksi  dan berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat reaksi. Apabila saat penambahan suhu larutan melewati 500C , segera dimasukan ke dalam penangas es, karena jika suhu diatas itu akan terjadi pemutusan ikatan antara molekulnya, sehingga sikloheksanon tidak terbentuk. Begitu juga apabila suhu dibawah 400C, reaksi oksidasi sikloheksanol tidak berlangsung sempurna. Setelah penambahan, labu Erlenmeyer digoyang secara berkala selama 20 menit agar reaksi berlangsung sempurna.
Kedalam campuran larutan ditambahkan timol biru dan NaOH. Penambahan NaOH ini bertujuan untuk menetralkan larutan yang bersuasana asam yang ditunjukan dengan perubahan warna indikator. Larutan ini kemudian dipindahkan ke dalam labu bundar 250 ml dan didistilasi. Kedalam labu, dimasukan batu didih  untuk mengurangi letupan-letupan pada proses distilasi. Distilasi bertujuan untuk memurnikan sikloheksanon yang masih mengandung zat pengotor yang berasal dari hasil reaksi oksidasi dan penambahan indikator beserta NaOH saat penetralan larutan. Sikloheksanon yang memiliki titik didih lebih rendah dari zat pengotor lebih dulu menguap. Proses penguapan ini dilakukan dengan pemanasan pada labu destilasi. Sikloheksanon akan menguap dan uap tersebut akan melewati  kondensor yang mendinginkan uap sikloheksanon sehingga terkondensasi atau berubah dari wujud uap menjadi wujud cair, sehingga dapat ditampung di labu distiat atau labu Erlenmeyer. Saat distilasi suhu diperhatikan agar tidak melewati titik didih sikloheksanon, agar distilat yang diperoleh murni sikloheksanon.  

                Distilat yang diperoleh dimasukan ke dalam corong pisah dan dijenuhkan dengan NaCl. Penjenuhan ini berfungsi untuk menurunkan kelarutan produk organik, agar sikloheksanon yang terbentuk keluar dari lapisan air. Kemudian, distilat ini diekstraksi dua kali masing-masing dengan 15 mL eter. Sikloheksanon memiliki kepolaran yang rendah, sehingga sikloheksanon akan terpisah dengan lapisan air dan  larut dalam eter yang juga memiliki kepolaran rendah. Eter dan lapisan air memiliki berat jenis yang berbeda. Akibat perbedaan berat jenis ini, terbentuk dua lapisan pada corong pisah. Dimana lapisan bawah merupakan fasa organik (eter+sikloheksanon) yang memiliki berat jenis lebih besar dibandingkan lapisan air. Setelah dilakukan ekstraksi dengan corong pisah, di peroleh fasa organik.               

                Fasa organik selanjutnya ditambahkan  natrium sulfat anhidrat untuk menyerap sisa air yang masih terdapat pada campuran sikloheksanon dengan eter. Untuk memperoleh sikloheksanon murni tanpa kandungan eter dilakukan distilasi di atas penangas air pada pemanas listrik.   Fraksi distilat yang dikumpulkan adalah fraksi didih pada suhu ( 154 – 156)0C.  Kemudian diukur indeks biasnya untuk memeriksa kemurnian sikloheksanon yang diperoleh lalu disaring vakum sehingga diperoleh kristal sikloheksanon.
          Indeks bias sikloheksanon diperoleh 1.4415 (literatur : 1.447). Galat indeks bias sikloheksanon hasil percobaan yaitu 0.38%. Massa kristal sikloheksanon diperoleh sebanyak 3, 7912 gram. Berdasarkan reaksi di bawah ini, massa teoritis sikloheksanon adalah 7, 6994 gram. Persentase rendemennya yaitu 49, 24 %.
         Indeks bias sikloheksanon berbeda dengan literatur. Hal ini disebabkan karena sikloheksanon masih mengandung eter atau zat pengotor. Persentase rendemen tidak mencapai 100% menunjukan bahwa sikloheksanon yang diperoleh belum murni.  Reaksi kemungkinan kurang berjalan sempurna karena suhu larutan harus dijaga konstan pada rentang ( 40-50 )0C. Suhu larutan kemungkinan masih kurang optimum sehingga proses oksidasi sikloheksanon belum terjadi secara menyeluruh. NaOCl mungkin terdekomposisi. Selain itu, proses pemisahan diduga masih kurang baik. Eter kemungkinan masih terbawa dalam produk atau larutan yang didistilasi masih kurang jenuh.

Oksidasi Sikloheksanon menjadi asam adipat

Asam adipat dapat diperoleh dari reaksi oksidasi sikloheksanon dengan oksidator KMnO4.
          Pada percobaan ini, saat menambahkan oksidator kuat KMnO4 suhu larutan harus konstan 30C. Setelah ditambahkan larutan NaOH, suhu larutan dijaga konstan 450C. Kemudian campuran reaksi dipanaskan sambil digoyang untuk menyempurnakan reaksi oksidasi dan mengendapkan MnO2 ( warna coklat ) . Jika masih terdapat warna ungu pada larutan yang menandakan larutan masih mengandung kalium permanganat, maka ditambahkan natrium bisulfit ( NaHCO3 ). Setelah disaring vakum, diambil filtratnya untuk diuapkan. Jika larutan masih berwarna, ditambahkan karbon aktif yang berfungsi untuk menyerap zat warna pada larutan. Penambahan karbon aktif sebaiknya hanya sedikit karena kemampuan adsorpsi karbon aktif cukup baik. Larutan yang sudah tidak berwarna akan ditambahkan larutan HCl pekat sampai pH 1-2 untuk memperoleh kristal asam adipat. Kristal disaring dengan corong Buchner dan cuci dengan air es  lalu ditentukan titik leleh dan persentase rendemennya.
          Titik leleh asam adipat hasil percobaan adalah ( 152-154 )0 C (literatur : ( 152-153 )0C). Massa kristal asam adipat yang diproleh 0, 872 gram. Prensentase rendemennya adalah 99.65 %. Titik leleh asam adipat yang diperoleh sama dengan literatur dan presentase rendemennya hampir 100 %, sehingga dapat disimpulkan asam adipat yang diperoleh murni asam adipat.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Pimpinan Praktikum Kimia Organik, Ibu Deana Wahyuningrum. Juga kepada para asisten praktikum yang senantiasa membimbing para mahasiswa Program Studi Kimia dalam melaksanakan praktikum ini. Tidak lupa kepada rekan-rekan mahasiswa, yaitu  Furika Arkani, Shinta Ellisya Fauzia, Novira Chandisa, Indah Wulansari, Muhammad Hairuddin, Novita Sari Sinambela, Ivan Kurniawan,  yang telah bekerja sama dalam melakukan percobaan ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1]Reusch, William. Alcohol Reactivity - Chemirty. http://www2.chemistry.msu.edu/faculty/reusch/VirtTxtJml/alcohol2.htm
[2]Susianah. Pemisahan senyawa organic .http://blogs.itb.ac.id/susianah/2012/11/04/kafein-dalam-teh-laporan-praktikum-kimia-organik/, 2012.





Minggu, 16 November 2014

isolasi kafein dari teh

ISOLASI KAFEIN dari TEH

Penulis: Lusi Oksri Dona

10513058; 02; IV


Abstrak

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar kafein dalam teh dan uji alkaloid pada kafein. Kafein merupakan alkaloid yang mengandung nitrogen dan banyak ditemukan dalam tanaman. Kafein dapat larut dalam pelarut organik yang tidak larut dalam air, yaitu diklorometana. Kelarutan kafein lebih baik dalam diklorometana daripada dalam air, sehingga kafein akan larut dalam diklorometana dan terpisah dari air. Percobaan ini dilakukan dengan metode ekstraksi dimana zat yang terkestraksi dilarutkan dalam dua pelarut yang tidak saling larut, sehingga zat terkstraksi memiliki kecondongan terdistribusi ke pelarut yang memiliki kesamaan sifat, seperti sama-sama polar atau sama-sama tidak polar. Uji alkaloid dalam kafein dilakukan dengan menambahkan pereaksi Meyer.

Kata kunci: teh, ekstraksi, kafein,  diklorometana, uji alkaloid.




1.    PENDAHULUAN
Ekstraksi adalah metode pemisahan yang melibatkan proses pemindahan satu atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain dan didasarkan pada prinsip kelarutan. Jenis ekstraksi ada tiga yaitu, ekstraksi cair-cair, ekstraksi padat-cair, dan ekstraksi asam-basa. Dalam percobaan 04 akan dilakukan ekstraksi padat-cair, dimana zat yang akan diekstraksi terdapat dalam fasa padat, yaitu kafein yang berada di dalam teh.
Kafein adalah senyawa yang termasuk dalam golongan alkaloid, yaitu senywa yang mengandung atom nitrogen dalam strukturnya dan banyak ditemukan dalam tanaman. Uji alkaloid dapat dilakukan dengan uji kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menentukan Rf noda yang dihasilkan, dan dapat juga dilakukan dengan uji alkaloid yang ditandai dengan adanya endapan berwarna jingga apabila ditambahkan pereaksi Dragendorff dan akan membentuk endapan kuning apabila ditambahkan pereaksi Meyer. Kafein dapat diekstraksi dari air dengan diklorometana, yang merupakan pelarut organik yang tak larut dalam air. Karena kelarutan kafein dalam diklorometana lebih baik daripada dalam air, maka kafein larut dengan mudah dalam diklorometana.

Struktur kafein (C8H10N8O2)
 Berkas:Caffeine molecule.png



2.      METODE PERCOBAAN

Ekstraksi padat/cair: ekstraksi kafein dari teh

Dimasukan 10 kantong teh celup dan 20 g natrium karbonat ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan 225ml air mendidih. Dibiarkan campuran selama 7 menit, kemudian didekantasi campuran reaksi ke dalam labu Erlenmeyer lain. Ke dalam kantong teh ditambahkan lagi 50 ml air panas,  lalu didekantasi ekstrak teh dan digabungkan ekstrak teh sebelumnya. Untuk mengekstrak sisa kafein yang mungkin ada dididihkan air berisi kantong teh selama 20 menit, lalu didekantasi ekstraknya. Kemudian ekstrak teh didinginkan pada suhu kamar, lalu diekstraksi dalam corong pisah dengan menambahkan 30 ml diklorometana. Corong pisah dikocok secara perlahan selama 5 menit, sambil kran corong pisah di buka. Ekstraksi diulangi dengan menambahkan 30 ml diklorometana ke dalam corong pisah. Ekstrak diklorometana digabungkan dengan semua fraksi yang berwujud emulsi di dalam labu Erlenmeyer 125 ml, lalu ditambahkan kalsium klorida anhidrat sambil diaduk selama 10 menit. Kemudian didekantasi ekstrak diklorometana dan gumpalan kalsium klorida anhidrat tidak ikut terbawa. Erlenmeyer dan kertas saring dibilas dengan diklorometana. Filtrat digabungkan dan dilakukan distilasi menggunakan penangas air diatas pemanas air untuk menguapkan diklorometana. Kemudian produk ditimbang. Dilakukan rekristalisasi menggunakan 5ml aseton panas, lalu dipindahkan larutan ini dengan pipet ke dalam labu Erlenmeyer , dan dalam keadaan panas di tambahkan n-heksana tetes demi tetes sampai terbentuk keruhan. Lalu labu Erlenmeyer didinginkan dan kristal yang terbentuk disaring dengan penyaringan vakum, kemudian kristal dicuci dengan beberapa tetes n-heksana dingin.

Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Untuk  uji kromatografi lapis tipis (KLT), sampel kristal kafein hasil ekstraksi dilarutkan dengan diklorometana. Kemudian larutan sampel ini ditotolkan diatas pelat KLT sampai nodanya cukup tebal. Kemudian dilakukan elusi KLT menggunakan eluen etil asetat-metanol=3:1 dan dilakukan elusi juga dengan eluen kloroform-metanol=9:1. Lalu dilakukan elusi sampai batas atas pelat, dikeluarkan dan di keringkan. Di semprot pelat yang telah di kembangkan dengan pereaksi Dragendorff  lalu dipanaskan pelat KLT diatas pemanas listrik hingga kering. Adanya alkaloid di tunjukan oleh noda pelat berwarna jingga.

Uji Alkaloid

Untuk uji alkaloid, kristal kafein dilarutkan dalam air. Kemudian diteteskan 1-2 tetes pereaksi Meyer. Terbentuk endapan kuning yang menandakan larutan mengandung alkaloid. Apabila diteteskan pereaksi Dragendorff akan terbentuk endapan jingga

3.      HASIL DAN PEMBAHASAN

Massa kristal kafein dari distilasi biasa                 = 0,051 gram
Hasil uji titik leleh kristal kafein                           = (236-238)0C
Titik leleh kristal kafein menurut referensi           = (234-239)0C
Rf kafein dengan eluen etil asett-metanol 3:1       = 0,69 dan 0,97
Rf kafein dengan eluen kloroform-metanol  9:1   = 0,71 dan 0,91
Hasil uji kafein dengan pereaksi Meyer                = endapan kuning
Hasil uji kafein dengan pereaksi Dragendroff       = endapan jingga

         Kafein merupakan senyawa bahan alam yang tersebar luas dan tergolong dalam senyawa alkaloid. Kafein memiliki berat molekul 194.19 dengan rumus kimia C8H10N8O2 dan pH 6.9 (larutan kafein 1% dalam air), bersifat basa lemah, berbentuk serbuk putih yaitu kristal-kristal panjang, rasanya pahit, Bila tidak mengandung air, kafein meleleh pada suhu 234 oC-239 oC. Kafein mudah larut dalam air panas dan diklorometana, tetapi sedikit larut dalam air dingin dan alkohol. Kafein bersifat basa lemah dan hanya dapat membentuk garam dengan basa kuat.
Kafein dapat diisolasi dari teh dengan pelarut air dan diklorometana karena kelarutan kafein dalam kedua pelarut itu besar. Air sebagai pelarut mempunyai banyak keuntungan, selain murah juga mudah didapat dan selama isolasi tidak merusak kafein walaupun pada suhu tinggi. Kelemahan  dari penggunaan air sebagai pengekstrak adalah waktu isolasi yang lama, pemecahan kafein dari garam-garam tanaman sukar, hal ini mengakibatkan kafein yang dapat diekstrak sedikit sekali.
Pada percobaan kali ini, untuk memisahkan kafein dari teh digunakan metode ekstraksi padat-cair. Metode ekstraksi padat-cair berarti mengekstraksi suatu zat dari fasa padat ( teh celup) kemudian mengubahnya menjadi fasa cair (larutan kafein-diklorometana). Efesiensi ekstraksi padat-cair ditentukan oleh besarnya ukuran partikel zat padat yang mengandung zat organik.  Pertama, untuk mendapatkan kafein dari teh dilakukan  penyeduhan atau penambahan air mendidih. Digunakan air panas karena zat akan lebih mudah larut dalam pelarut air panas daripada pelarut air dingin, sehingga semakin banyak ekstrak teh yang diperoleh. Teh ditambahkan air panas beberapa kali agar semakin banyak ekstrak yang diperoleh.
Ekstrak teh yang diperoleh tidak hanya mengandung kafein tapi juga ada senyawa-senyawa lain yang ikut larut terutama senyawa tannin. Tannin adalah senyawa fenolik yang larut dalam air. Di dalam air, tanin membentuk koloid dan memiliki rasa asam.

 Kafein yang mengandung tannin dapat dipisahkan dengan menambahkan natrium karbonat dan diklorometana. Karena tannin merupakan senyawa fenolik yang bersifat cukup asam, maka senyawa ini dapat diubah dulu menjadi garam menggunakan natrium karbonat yang bersifat basa, Sehingga tannin berubah menjadi anion fenolik yang larut dalam air tapi tidak larut dalam diklorometana.
Diklorometana merupakan senyawa non-polar yang dapat melarutkan kafein yang juga merupakan senyawa non-polar.                 Larutan teh mempunyai berat jenis yang lebih kecil bila dibandingkan dengan diklorometana. Perbedaan berat jenis kedua larutan tersebut mengakibatkan terbentuknya dua lapisan pada corong pisah. Dimana lapisan atas adalah larutan  teh, sedangkan lapisan bawah merupakan larutan diklorometana. Lapisan bawah yang mengandung kafein ditampung dan lapisan atas dibilas kembali dengan diklorometana. Hal ini dilakukan agar kafein yang masih ada pada lapisan atas/fasa air larut dan sekaligus memurnikan kafein dari zat-zat pengotornya, sehingga kafein yang diperoleh benar-benar murni.
Saat penambahan diklorometana ke dalam ekstrak teh, corong pisah dikocok perlahan dengan sesekali membuka kran corong pisah untuk mengeluarkan uap yang dihasikan oleh senyawa volatile yang terdapat dalam ekstrak teh. Pada saat pengocokan terjadi reaksi yang menghasilkan gas, sehingga dengan dibukanya kran corong pisah , CO2 yang berasal dari natrium karbonat dapat keluar dan terbentuk kesetimbangan tekanan didalam dan diluar corong.
 Pengocokan pada corong pisah ini bertujuan untuk memperbanyak peluang kontak antara kafein dengan diklorometana agar semakin banyak kafein yang larut dalam diklorometana, tapi pengocokan jangan terlalu kuat karena akan mengakibatkan pembentukan emulsi antara diklorometana dengan air oleh garam tanin yang bersifat surfaktan anion. Setelah proses ini selesai akan didapat larutan air-garam dan kafein-diklorometana.
Untuk memisahkan keduanya ditambahkan kalsium klorida anhidrat kemudian didekantasi atau disaring menggunakan kertas saring biasa. Tujuan penambahan CaCI2 anhidrat adalah untuk pengikatan fasa air yang ikut serta pada saat pemisahan  fasa diklorometana dan fasa air dengan menggunakan corong pisah. Fasa air bisa ikut serta karena dua hal. Pertama adalah karena ketidaksengajaan memasukan fasa air atau emulsi. Kedua adalah karena air sedikit larut dalam pelarut senyawa organik seperti diklorometana yang digunakan pada percobaan ini.  Jadi kalsium klorida anhidrat ini akan menyerap air yang masih terkandung di dalam larutan kafein-diklorometana sehingga setelah dilakukan penyaringan,, filtrat yang diperoleh adalah murni larutan kafein-diklorometana
Untuk memisahkan kafein dengan diklorometana dilakukan distilasi. Distilasi yang dilakukan adalah distilasi sederhana, karena perbedaan titik didih yang jauh antara kafein dengan diklorometana. Dari percobaan diperoleh kristal kafein sebanyak 0,0051 gram. Dari kristal kafein ini diproleh titik leleh kafein yaitu (236-238)0C sedangkan menurut referensi (234-239)0C. Perbedaan ttik leleh hasil percobaan dengan referensi yang tidak terlalu besar menandakan bahwa kristal yang diperoleh adalah kafein.
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan terdapat pada tumbuhan. Alakaloid merupakan hasil dari metabolisme sekunder. Salah satu contoh dari senyawa alkaloid yaitu kafein. Untuk membuktikan bahwa kristal yang diperoleh adalah kristal kafein maka dilakukan uji alkaloid. Uji ini dilakukan dengan melarutkan kristal dalam air kemudian ditetesi pereaksi Meyer dan Dragendorff.
Pengujian alkaloid menggunakan pereaksi Meyer dan Dragendroff pada dasarnya menggunakan sifat dasar alkaloid yang reaktif terhadap logam berat. Dalam hal ini, pereaksi Meyer mengandung logam berat Bi (bismut) dan pereaksi Dragendroff mengandung logam berat Pb (timbal). Pada pereaksi Meyer, jika terdapat alkaloid, alkaloid akan bereaksi dengan bismut sehingga menggumpal dan mengendap dalam endapan berwarna kuning. Pada pereaksi Dragendroff, jika terdapat alkaloid, alkaloid akan bereaksi dengan timbal sehingga menggumpal dan mengendap dalam endapan berwarna jingga.
Dari hasil percobaan didapat larutan kristal yang ditambah Degendorff menghasilkan endapan warna jingga dan pada larutan kristal ditambah Meyer menghasilkan endapan warna kuning. Hasil ini menunjukkan kristal tersebut mengandung senyawa alkaloid yang artinya kristal tersebut benar merupakan kristal kafein. Biasanya endapan lebih mudah muncul dengan reaksi antara sampel dengan Dragndroff daripada Meyer. Hal tersebut terjadi karena dibutuhkan lebih bnyak alkaloid untuk menggumpalkan logam berat jenis bismut daripada timbal.
Pada kromatografi lapis tipis ini digunakan pelat alumunium dengan silika gel sebagai fasa diam dan pelarut organik, atau beberapa campuran pelarut organik sebagai fasa gerak. Ketika fasa gerak melalui permukaan silika gel, fasa gerak ini membawa analit organik melalui  partikel fasa diam. Namun, analit hanya bisa bergerak bersama pelarut jika tidak terikat pada permukaan silika gel. Karakter elektropositif silika gel dan karakter elektronegatif oksigen membuat fasa diam silika gel sangatlah polar.  Semakin polar molekul yang akan dipisahkan, semakin kuat interaksinya dengan silika gel. Hal ini juga yang menyebabkan pemilihan pelarut non polar (diklorometana) pada percobaan ini. Pelarut nonpolar akan lebih lama berada pada fasa gerak dan jarak yang dapat ditempuhnya dapat dipastikan merupakan jarak terjauh dari kondisi awal sebelum dielusi. Karena itu, pembandingan Rf dari suatu zat yang kita cari dengan pelarut dapat dilakukan dengan baik.
Pemilihan jenis absorben sebagai fasa diam dan sistem pelarut sebagai fasa gerak haruslah dilakukan dengan tepat. Jika absorben mengikat semua molekul terlarut dengan kuat, maka senyawa-senyawa tersebut tidak akan turun keluar kolom. Sementara itu, jika pelarut mengikat semua molekul terlarut dengan kuat, maka senyawa-senyawa tersebut akan dengan mudah keluar dari kolom tanpa adanya pemisahan.
Penyemprotan dengan reagen dragendroff dan pengeringannya setelah proses elusi bertujuan untuk memberi warna pada zat organik yang kita dapat pada sampel. KLT juga dapat digunakan untuk menentukan Rf. Rf merupakan nilai perbandingan antara jarak tempuh zat dan jarak tempuh pelarut.
Perhitungan  nilai Rf,  didasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dengan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing. Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis. Semakin polar senyawa yang terkandung pada larutan, semakin kuat interaksinya dengan fasa diam yang digunakan, semakin kecil nilai Rf yang dihasilkannya.
Etil asetat dan kloroform berfungsi sebagai medium fasa bergerak pada larutan organik, dan metanol (senyawa alkohol) berfungsi sebagai medium fasa bergerak larutan polar atau air. Larutan organik akan terkapilarisasi bersama dengan pelarut organik etil asetat atau kloroform, sedangkan jika larutan bersifat polar maka akan terkapilaritasi bersama pelarut polar (metanol). Kafein yang merupakan senyawa organik akan terkapilaritasi bersama etil asetat dan kloroform. Rf yang dihasilkan elusi menggunakan etil asetat dan kloroform berbeda. Hal ini terjadi karena keduanya memiliki perbedaan pada tingkat polaritas. Dengan Rf yang lebih kecil, etil asetat memiliki tingkat polaritas yang lebih tinggi dari kloroform.

Dari percobaan, diperoleh Rf kafein dengan eluen etil asett-metanol: 3:1= 0,69 dan 0,97 dan Rf kafein dengan eluen kloroform-metanol: 9:1= 0,71 dan 0,91.

4.      KESIMPULAN

Dari percobaan isolasi kafein dari teh diperoleh  massa kristal kafein dari distilasi biasa  0,051 gram, titik leleh kristal kafein adalah (236-238)0C. Rf kafein dengan eluen etil asett-metanol 3:1 adalah 0,69 dan 0,97 dan Rf kafein dengan eluen kloroform-metanol  9:1 0,71 dan 0,91. Hasil uji kafein dengan pereaksi Meyer menghasilkan endapan kuning dan Hasil uji kafein dengan pereaksi Dragendroff menghasilkan   endapan jingga. Hal ini menunjukan bahwa kafein mengandung alkaloid

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen dan asisten praktikum yang telah membimbing penulis saat praktikum serta teman-teman yang juga membantu penulis saat praktikum dan penyelesaian laporan ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1]Chairani, novira. kimia bahan alam.http://novirachairaniocd42.blogspot.com/2013/12/alkaloid-biosintesis-senyawa-alkaloid.html?m=1, 2013.
[2]  Susianah.  Pemisahan senyawa organic.http://blogs.itb.ac.id/susianah/2012/11/04/kafein-dalam-teh-laporan-praktikum-kimia-organik/, 2012.





Penentuan kandungan asam askorbat dalam tablet





LAPORAN PRAKTIKUM KI2121
Dasar – dasar Kimia Analitik
PERCOBAAN IV
PENENTUAN KANDUNGAN ASAM ASKORBAT DALAM TABLET
                      

NAMA / NIM   : LUSI OKSRI DONA / 10513058
ASISTEN          : GINA MAULIA dan ZUL  ARHAM





LABORATORIUM KIMIA ANALTIK
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BNDUNG


A.      TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan kandungan asam askorbat dalam tablet dengan titrasi redoks dan titrasi asam basa.

B.       TEORI DASAR
Asam askorbat merupakan zat pereduksi dan dapat ditetapkan dengan titrasi redoks menggunakan larutan Iod sebagai titran.
C6H8O6 (aq) +  I2 C6H6O6(aq) + 2I(aq) + 2H+(aq)
Karena I2 mudah menguap, maka diperlukan cara lain untuk menghasilkan I2 yaitu dengan menambahkan iodida berlebih kedalam larutan sampel yang telah mengandung sejumlah iodat.
IO3- (aq)+ 5I- (aq)+ 6H+ (aq)3I2(aq) + 3H2O(l)
Kelebihan I2 kemudian dititrasi dengan larutan standar tiosulfat dengan indicator kanji
2S2O32-(aq) + I2(aq) 2I-(aq) + S4O62-(aq)
Dengan mengetahui jumlah I2 yang tebentuk dan I2 yang tidak bereaksi dengan asam askorbat, maka dapat itentukan kadar asam askorbat dalam sampel.
Asam askorbat merupakan asam lemah, sehingga dapat dititrasi dengan basa kuat NaOH , dimana dari hasil titrasi tersebut diperoleh konsentrasi asam askorbat dan diperoleh kadar asam askorbat dalam sampel.
C6H8O6 (aq) + NaOH(aq) NaC6H7O6 (aq) + H2O(l)
C.      CARA KERJA
1.       Titrasi Redoks
a.       Pembakuan larutan Na2S2O3 degan larutan KIO3
-          Ditempatkan 40 ml larutan  Na2S2O3 dalam gelas kimia dan diencerkan hingga 200 ml (untuk 2 orang)
-          Ditempatkan larutan ini kedalam buret
-          Ditimbang padatan KIO3 (±0.54 gram), kemudian dilarutkan dalam labu takar 250 ml (untuk 2 orang )
-          Dipipet 25,00 ml larutan ke dalam labu titrasi, ditambahkan 10 ml larutan KI 10% 5 ml larutan H2SO4 2M dan sedikit aqua Dm
-          Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai warna coklat menjadi kuning pucat, kemudian ditambahkan 2 ml larutan amilum 0,2%
-          Lanjutkan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai warna biru tepat hilang, dilakukan duplo
-          Ditentukan konsentrasi larutan Na2S2O3
b.      Penentuan kadar asam askorbat dalam sampel
-          Digerus tablet vitacimin dalam mortar dan ditimbang  ±2,5 gram lalu dilarutkan dalam labu takar 250 ml ( untuk 4 orang)
-          Dipipet 25,00 ml larutan tersebut ke dalam labu titrasi, ditambahkan 25,00 ml KIO3 10 ml dan 10 ml larutan KI 10% serta 5 ml larutan  H2SO4 2M
-          Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 smpai warna coklat menjadi kuning pucat
-          Ditambahkan 2 ml larutan amilum 0,2%
-          Lanjutkan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai warna biru tepat hilang, dilakukan duplo
-          Ditentukan kadar asam askorbat dalam setiap tablet
2.       Titrasi Asam Basa
a.       Pembakuan larutan NaOH
-          Ditempatkan 40 ml larutan NaOH 0,5 M dalam gelas kimia 500 ml dan diencerkan hingga 200 ml
-          Ditempatkan larutan ini dalam buret
-          Ditimbang H2C2O4.2H2O (±1,6 gram), dilarutkan dalam labu takar 250,0 ml (untuk 4 orang)
-          Dipipet 25,00 ml larutan H2C2O4 ke dalam labu titrasi , kemudian ditambahkan 3 tetes fenolftalein dan sekitar 25 ml aqua DM
-          Dititrasi dengan larutan NaOH sampai warna berubah menjadi merah muda, dilakukan duplo
-          Ditentukan konsentrasi larutan NaOH
b.      Penentuan asam askorbat dalam sampel
-          Ditimbang ± 1 gram sam pel yang telah digerus lalu ditempatkan dalam labu titrasi
-          Ditambahkan 100 ml aqua DM panas dan ditambahkan 3-5 tetes fenolftalein
-          Dititrasi dengan larutan NaOH baku, dilakukan duplo
-          Dihitung asam askorbat dalam tiap tablet

D.      DATA PERCOBAAN
1.       Titrasi redoks

a.       Pembakuan larutan Na2S2O3 degan larutan KIO3
Massa KIO3
0.538 gram
Volume Na2S2O3
14,6 ml

b.      Penentuan kadar asam askorbat dalam sampel
Massa Vitacimin
2,5049 gram
Volume Na2S2O3
8,9 ml

2.       Titrasi Asam Basa

c.       Pembakuan larutan NaOH
Massa H2C2O4.2H2O
1,6 gram
Volume1 NaOH
24,5 ml
Volume2 NaOH
24,7 ml

d.      Penentuan asam askorbat dalam sampel
Massa H2C2O4.2H2O
1,003 gram
Volume1 NaOH
7,3 ml
Volume2 NaOH
7,5 ml


G.     KESIMPULAN
Metoda yang lebih akurat dalam menentukan kadar asam askorbat dalam tablet adalah dengan menggunakan metode asam basa. Karena saat titrasi redosks, hasil yang diperoleh kurang akurat karena I2 mudah menguap dan mudah bereaksi dengan oksigen. Sedangkan dengan titrasi redoks akan diperoleh data yang lebih akurat. Yang menjadi larutan standar primer dalam pembakuan Na2SO3 adalah KIO3 dan larutan standar sekunder adalah Na2SO3. Pada pembakuan NaOH yang menjadi larutan primer adalah C6H8O6 dan larutan standar sekunder nya adalah NaOH. Dari percobaan diperoleh konsentrasi  S2O32-  = 0,0517 M dan konsentrasi  NaOH = 0,103 M. kadar asam askorbat yang terkandung dalam tablet=

H.      PUSTAKA
Arjeni, Rafit. Titrasi Redoks(Penentuan vitamin C / asam askorbat). 29 november 2013. http:// rafitarjenispolsri.blogspot.com / 2013 / 11 / titrasi-redoks – penentun – vitamin – c- asam. Html?m=1.