Minggu, 16 November 2014

isolasi kafein dari teh

ISOLASI KAFEIN dari TEH

Penulis: Lusi Oksri Dona

10513058; 02; IV


Abstrak

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar kafein dalam teh dan uji alkaloid pada kafein. Kafein merupakan alkaloid yang mengandung nitrogen dan banyak ditemukan dalam tanaman. Kafein dapat larut dalam pelarut organik yang tidak larut dalam air, yaitu diklorometana. Kelarutan kafein lebih baik dalam diklorometana daripada dalam air, sehingga kafein akan larut dalam diklorometana dan terpisah dari air. Percobaan ini dilakukan dengan metode ekstraksi dimana zat yang terkestraksi dilarutkan dalam dua pelarut yang tidak saling larut, sehingga zat terkstraksi memiliki kecondongan terdistribusi ke pelarut yang memiliki kesamaan sifat, seperti sama-sama polar atau sama-sama tidak polar. Uji alkaloid dalam kafein dilakukan dengan menambahkan pereaksi Meyer.

Kata kunci: teh, ekstraksi, kafein,  diklorometana, uji alkaloid.




1.    PENDAHULUAN
Ekstraksi adalah metode pemisahan yang melibatkan proses pemindahan satu atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain dan didasarkan pada prinsip kelarutan. Jenis ekstraksi ada tiga yaitu, ekstraksi cair-cair, ekstraksi padat-cair, dan ekstraksi asam-basa. Dalam percobaan 04 akan dilakukan ekstraksi padat-cair, dimana zat yang akan diekstraksi terdapat dalam fasa padat, yaitu kafein yang berada di dalam teh.
Kafein adalah senyawa yang termasuk dalam golongan alkaloid, yaitu senywa yang mengandung atom nitrogen dalam strukturnya dan banyak ditemukan dalam tanaman. Uji alkaloid dapat dilakukan dengan uji kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menentukan Rf noda yang dihasilkan, dan dapat juga dilakukan dengan uji alkaloid yang ditandai dengan adanya endapan berwarna jingga apabila ditambahkan pereaksi Dragendorff dan akan membentuk endapan kuning apabila ditambahkan pereaksi Meyer. Kafein dapat diekstraksi dari air dengan diklorometana, yang merupakan pelarut organik yang tak larut dalam air. Karena kelarutan kafein dalam diklorometana lebih baik daripada dalam air, maka kafein larut dengan mudah dalam diklorometana.

Struktur kafein (C8H10N8O2)
 Berkas:Caffeine molecule.png



2.      METODE PERCOBAAN

Ekstraksi padat/cair: ekstraksi kafein dari teh

Dimasukan 10 kantong teh celup dan 20 g natrium karbonat ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan 225ml air mendidih. Dibiarkan campuran selama 7 menit, kemudian didekantasi campuran reaksi ke dalam labu Erlenmeyer lain. Ke dalam kantong teh ditambahkan lagi 50 ml air panas,  lalu didekantasi ekstrak teh dan digabungkan ekstrak teh sebelumnya. Untuk mengekstrak sisa kafein yang mungkin ada dididihkan air berisi kantong teh selama 20 menit, lalu didekantasi ekstraknya. Kemudian ekstrak teh didinginkan pada suhu kamar, lalu diekstraksi dalam corong pisah dengan menambahkan 30 ml diklorometana. Corong pisah dikocok secara perlahan selama 5 menit, sambil kran corong pisah di buka. Ekstraksi diulangi dengan menambahkan 30 ml diklorometana ke dalam corong pisah. Ekstrak diklorometana digabungkan dengan semua fraksi yang berwujud emulsi di dalam labu Erlenmeyer 125 ml, lalu ditambahkan kalsium klorida anhidrat sambil diaduk selama 10 menit. Kemudian didekantasi ekstrak diklorometana dan gumpalan kalsium klorida anhidrat tidak ikut terbawa. Erlenmeyer dan kertas saring dibilas dengan diklorometana. Filtrat digabungkan dan dilakukan distilasi menggunakan penangas air diatas pemanas air untuk menguapkan diklorometana. Kemudian produk ditimbang. Dilakukan rekristalisasi menggunakan 5ml aseton panas, lalu dipindahkan larutan ini dengan pipet ke dalam labu Erlenmeyer , dan dalam keadaan panas di tambahkan n-heksana tetes demi tetes sampai terbentuk keruhan. Lalu labu Erlenmeyer didinginkan dan kristal yang terbentuk disaring dengan penyaringan vakum, kemudian kristal dicuci dengan beberapa tetes n-heksana dingin.

Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Untuk  uji kromatografi lapis tipis (KLT), sampel kristal kafein hasil ekstraksi dilarutkan dengan diklorometana. Kemudian larutan sampel ini ditotolkan diatas pelat KLT sampai nodanya cukup tebal. Kemudian dilakukan elusi KLT menggunakan eluen etil asetat-metanol=3:1 dan dilakukan elusi juga dengan eluen kloroform-metanol=9:1. Lalu dilakukan elusi sampai batas atas pelat, dikeluarkan dan di keringkan. Di semprot pelat yang telah di kembangkan dengan pereaksi Dragendorff  lalu dipanaskan pelat KLT diatas pemanas listrik hingga kering. Adanya alkaloid di tunjukan oleh noda pelat berwarna jingga.

Uji Alkaloid

Untuk uji alkaloid, kristal kafein dilarutkan dalam air. Kemudian diteteskan 1-2 tetes pereaksi Meyer. Terbentuk endapan kuning yang menandakan larutan mengandung alkaloid. Apabila diteteskan pereaksi Dragendorff akan terbentuk endapan jingga

3.      HASIL DAN PEMBAHASAN

Massa kristal kafein dari distilasi biasa                 = 0,051 gram
Hasil uji titik leleh kristal kafein                           = (236-238)0C
Titik leleh kristal kafein menurut referensi           = (234-239)0C
Rf kafein dengan eluen etil asett-metanol 3:1       = 0,69 dan 0,97
Rf kafein dengan eluen kloroform-metanol  9:1   = 0,71 dan 0,91
Hasil uji kafein dengan pereaksi Meyer                = endapan kuning
Hasil uji kafein dengan pereaksi Dragendroff       = endapan jingga

         Kafein merupakan senyawa bahan alam yang tersebar luas dan tergolong dalam senyawa alkaloid. Kafein memiliki berat molekul 194.19 dengan rumus kimia C8H10N8O2 dan pH 6.9 (larutan kafein 1% dalam air), bersifat basa lemah, berbentuk serbuk putih yaitu kristal-kristal panjang, rasanya pahit, Bila tidak mengandung air, kafein meleleh pada suhu 234 oC-239 oC. Kafein mudah larut dalam air panas dan diklorometana, tetapi sedikit larut dalam air dingin dan alkohol. Kafein bersifat basa lemah dan hanya dapat membentuk garam dengan basa kuat.
Kafein dapat diisolasi dari teh dengan pelarut air dan diklorometana karena kelarutan kafein dalam kedua pelarut itu besar. Air sebagai pelarut mempunyai banyak keuntungan, selain murah juga mudah didapat dan selama isolasi tidak merusak kafein walaupun pada suhu tinggi. Kelemahan  dari penggunaan air sebagai pengekstrak adalah waktu isolasi yang lama, pemecahan kafein dari garam-garam tanaman sukar, hal ini mengakibatkan kafein yang dapat diekstrak sedikit sekali.
Pada percobaan kali ini, untuk memisahkan kafein dari teh digunakan metode ekstraksi padat-cair. Metode ekstraksi padat-cair berarti mengekstraksi suatu zat dari fasa padat ( teh celup) kemudian mengubahnya menjadi fasa cair (larutan kafein-diklorometana). Efesiensi ekstraksi padat-cair ditentukan oleh besarnya ukuran partikel zat padat yang mengandung zat organik.  Pertama, untuk mendapatkan kafein dari teh dilakukan  penyeduhan atau penambahan air mendidih. Digunakan air panas karena zat akan lebih mudah larut dalam pelarut air panas daripada pelarut air dingin, sehingga semakin banyak ekstrak teh yang diperoleh. Teh ditambahkan air panas beberapa kali agar semakin banyak ekstrak yang diperoleh.
Ekstrak teh yang diperoleh tidak hanya mengandung kafein tapi juga ada senyawa-senyawa lain yang ikut larut terutama senyawa tannin. Tannin adalah senyawa fenolik yang larut dalam air. Di dalam air, tanin membentuk koloid dan memiliki rasa asam.

 Kafein yang mengandung tannin dapat dipisahkan dengan menambahkan natrium karbonat dan diklorometana. Karena tannin merupakan senyawa fenolik yang bersifat cukup asam, maka senyawa ini dapat diubah dulu menjadi garam menggunakan natrium karbonat yang bersifat basa, Sehingga tannin berubah menjadi anion fenolik yang larut dalam air tapi tidak larut dalam diklorometana.
Diklorometana merupakan senyawa non-polar yang dapat melarutkan kafein yang juga merupakan senyawa non-polar.                 Larutan teh mempunyai berat jenis yang lebih kecil bila dibandingkan dengan diklorometana. Perbedaan berat jenis kedua larutan tersebut mengakibatkan terbentuknya dua lapisan pada corong pisah. Dimana lapisan atas adalah larutan  teh, sedangkan lapisan bawah merupakan larutan diklorometana. Lapisan bawah yang mengandung kafein ditampung dan lapisan atas dibilas kembali dengan diklorometana. Hal ini dilakukan agar kafein yang masih ada pada lapisan atas/fasa air larut dan sekaligus memurnikan kafein dari zat-zat pengotornya, sehingga kafein yang diperoleh benar-benar murni.
Saat penambahan diklorometana ke dalam ekstrak teh, corong pisah dikocok perlahan dengan sesekali membuka kran corong pisah untuk mengeluarkan uap yang dihasikan oleh senyawa volatile yang terdapat dalam ekstrak teh. Pada saat pengocokan terjadi reaksi yang menghasilkan gas, sehingga dengan dibukanya kran corong pisah , CO2 yang berasal dari natrium karbonat dapat keluar dan terbentuk kesetimbangan tekanan didalam dan diluar corong.
 Pengocokan pada corong pisah ini bertujuan untuk memperbanyak peluang kontak antara kafein dengan diklorometana agar semakin banyak kafein yang larut dalam diklorometana, tapi pengocokan jangan terlalu kuat karena akan mengakibatkan pembentukan emulsi antara diklorometana dengan air oleh garam tanin yang bersifat surfaktan anion. Setelah proses ini selesai akan didapat larutan air-garam dan kafein-diklorometana.
Untuk memisahkan keduanya ditambahkan kalsium klorida anhidrat kemudian didekantasi atau disaring menggunakan kertas saring biasa. Tujuan penambahan CaCI2 anhidrat adalah untuk pengikatan fasa air yang ikut serta pada saat pemisahan  fasa diklorometana dan fasa air dengan menggunakan corong pisah. Fasa air bisa ikut serta karena dua hal. Pertama adalah karena ketidaksengajaan memasukan fasa air atau emulsi. Kedua adalah karena air sedikit larut dalam pelarut senyawa organik seperti diklorometana yang digunakan pada percobaan ini.  Jadi kalsium klorida anhidrat ini akan menyerap air yang masih terkandung di dalam larutan kafein-diklorometana sehingga setelah dilakukan penyaringan,, filtrat yang diperoleh adalah murni larutan kafein-diklorometana
Untuk memisahkan kafein dengan diklorometana dilakukan distilasi. Distilasi yang dilakukan adalah distilasi sederhana, karena perbedaan titik didih yang jauh antara kafein dengan diklorometana. Dari percobaan diperoleh kristal kafein sebanyak 0,0051 gram. Dari kristal kafein ini diproleh titik leleh kafein yaitu (236-238)0C sedangkan menurut referensi (234-239)0C. Perbedaan ttik leleh hasil percobaan dengan referensi yang tidak terlalu besar menandakan bahwa kristal yang diperoleh adalah kafein.
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan terdapat pada tumbuhan. Alakaloid merupakan hasil dari metabolisme sekunder. Salah satu contoh dari senyawa alkaloid yaitu kafein. Untuk membuktikan bahwa kristal yang diperoleh adalah kristal kafein maka dilakukan uji alkaloid. Uji ini dilakukan dengan melarutkan kristal dalam air kemudian ditetesi pereaksi Meyer dan Dragendorff.
Pengujian alkaloid menggunakan pereaksi Meyer dan Dragendroff pada dasarnya menggunakan sifat dasar alkaloid yang reaktif terhadap logam berat. Dalam hal ini, pereaksi Meyer mengandung logam berat Bi (bismut) dan pereaksi Dragendroff mengandung logam berat Pb (timbal). Pada pereaksi Meyer, jika terdapat alkaloid, alkaloid akan bereaksi dengan bismut sehingga menggumpal dan mengendap dalam endapan berwarna kuning. Pada pereaksi Dragendroff, jika terdapat alkaloid, alkaloid akan bereaksi dengan timbal sehingga menggumpal dan mengendap dalam endapan berwarna jingga.
Dari hasil percobaan didapat larutan kristal yang ditambah Degendorff menghasilkan endapan warna jingga dan pada larutan kristal ditambah Meyer menghasilkan endapan warna kuning. Hasil ini menunjukkan kristal tersebut mengandung senyawa alkaloid yang artinya kristal tersebut benar merupakan kristal kafein. Biasanya endapan lebih mudah muncul dengan reaksi antara sampel dengan Dragndroff daripada Meyer. Hal tersebut terjadi karena dibutuhkan lebih bnyak alkaloid untuk menggumpalkan logam berat jenis bismut daripada timbal.
Pada kromatografi lapis tipis ini digunakan pelat alumunium dengan silika gel sebagai fasa diam dan pelarut organik, atau beberapa campuran pelarut organik sebagai fasa gerak. Ketika fasa gerak melalui permukaan silika gel, fasa gerak ini membawa analit organik melalui  partikel fasa diam. Namun, analit hanya bisa bergerak bersama pelarut jika tidak terikat pada permukaan silika gel. Karakter elektropositif silika gel dan karakter elektronegatif oksigen membuat fasa diam silika gel sangatlah polar.  Semakin polar molekul yang akan dipisahkan, semakin kuat interaksinya dengan silika gel. Hal ini juga yang menyebabkan pemilihan pelarut non polar (diklorometana) pada percobaan ini. Pelarut nonpolar akan lebih lama berada pada fasa gerak dan jarak yang dapat ditempuhnya dapat dipastikan merupakan jarak terjauh dari kondisi awal sebelum dielusi. Karena itu, pembandingan Rf dari suatu zat yang kita cari dengan pelarut dapat dilakukan dengan baik.
Pemilihan jenis absorben sebagai fasa diam dan sistem pelarut sebagai fasa gerak haruslah dilakukan dengan tepat. Jika absorben mengikat semua molekul terlarut dengan kuat, maka senyawa-senyawa tersebut tidak akan turun keluar kolom. Sementara itu, jika pelarut mengikat semua molekul terlarut dengan kuat, maka senyawa-senyawa tersebut akan dengan mudah keluar dari kolom tanpa adanya pemisahan.
Penyemprotan dengan reagen dragendroff dan pengeringannya setelah proses elusi bertujuan untuk memberi warna pada zat organik yang kita dapat pada sampel. KLT juga dapat digunakan untuk menentukan Rf. Rf merupakan nilai perbandingan antara jarak tempuh zat dan jarak tempuh pelarut.
Perhitungan  nilai Rf,  didasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dengan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing. Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis. Semakin polar senyawa yang terkandung pada larutan, semakin kuat interaksinya dengan fasa diam yang digunakan, semakin kecil nilai Rf yang dihasilkannya.
Etil asetat dan kloroform berfungsi sebagai medium fasa bergerak pada larutan organik, dan metanol (senyawa alkohol) berfungsi sebagai medium fasa bergerak larutan polar atau air. Larutan organik akan terkapilarisasi bersama dengan pelarut organik etil asetat atau kloroform, sedangkan jika larutan bersifat polar maka akan terkapilaritasi bersama pelarut polar (metanol). Kafein yang merupakan senyawa organik akan terkapilaritasi bersama etil asetat dan kloroform. Rf yang dihasilkan elusi menggunakan etil asetat dan kloroform berbeda. Hal ini terjadi karena keduanya memiliki perbedaan pada tingkat polaritas. Dengan Rf yang lebih kecil, etil asetat memiliki tingkat polaritas yang lebih tinggi dari kloroform.

Dari percobaan, diperoleh Rf kafein dengan eluen etil asett-metanol: 3:1= 0,69 dan 0,97 dan Rf kafein dengan eluen kloroform-metanol: 9:1= 0,71 dan 0,91.

4.      KESIMPULAN

Dari percobaan isolasi kafein dari teh diperoleh  massa kristal kafein dari distilasi biasa  0,051 gram, titik leleh kristal kafein adalah (236-238)0C. Rf kafein dengan eluen etil asett-metanol 3:1 adalah 0,69 dan 0,97 dan Rf kafein dengan eluen kloroform-metanol  9:1 0,71 dan 0,91. Hasil uji kafein dengan pereaksi Meyer menghasilkan endapan kuning dan Hasil uji kafein dengan pereaksi Dragendroff menghasilkan   endapan jingga. Hal ini menunjukan bahwa kafein mengandung alkaloid

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen dan asisten praktikum yang telah membimbing penulis saat praktikum serta teman-teman yang juga membantu penulis saat praktikum dan penyelesaian laporan ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1]Chairani, novira. kimia bahan alam.http://novirachairaniocd42.blogspot.com/2013/12/alkaloid-biosintesis-senyawa-alkaloid.html?m=1, 2013.
[2]  Susianah.  Pemisahan senyawa organic.http://blogs.itb.ac.id/susianah/2012/11/04/kafein-dalam-teh-laporan-praktikum-kimia-organik/, 2012.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar