ISOLASI KAFEIN dari TEH
Penulis: Lusi
Oksri Dona
10513058; 02; IV
Abstrak
Percobaan
ini bertujuan untuk menentukan kadar kafein dalam teh dan uji alkaloid pada
kafein. Kafein merupakan alkaloid yang mengandung nitrogen dan banyak ditemukan
dalam tanaman. Kafein dapat larut dalam pelarut organik yang tidak larut dalam
air, yaitu diklorometana. Kelarutan kafein lebih baik dalam diklorometana
daripada dalam air, sehingga kafein akan larut dalam diklorometana dan terpisah
dari air. Percobaan ini dilakukan dengan metode ekstraksi dimana zat yang
terkestraksi dilarutkan dalam dua pelarut yang tidak saling larut, sehingga zat
terkstraksi memiliki kecondongan terdistribusi ke pelarut yang memiliki
kesamaan sifat, seperti sama-sama polar atau sama-sama tidak polar. Uji
alkaloid dalam kafein dilakukan dengan menambahkan pereaksi Meyer.
Kata
kunci: teh, ekstraksi,
kafein, diklorometana, uji alkaloid.
1.
PENDAHULUAN
Ekstraksi adalah metode pemisahan yang melibatkan
proses pemindahan satu atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain dan
didasarkan pada prinsip kelarutan. Jenis ekstraksi ada tiga yaitu, ekstraksi
cair-cair, ekstraksi padat-cair, dan ekstraksi asam-basa. Dalam percobaan 04
akan dilakukan ekstraksi padat-cair, dimana zat yang akan diekstraksi terdapat
dalam fasa padat, yaitu kafein yang berada di dalam teh.
Kafein adalah senyawa yang termasuk dalam golongan alkaloid,
yaitu senywa yang mengandung atom nitrogen dalam strukturnya dan banyak
ditemukan dalam tanaman. Uji alkaloid dapat dilakukan dengan uji kromatografi
lapis tipis (KLT) dengan menentukan Rf noda yang dihasilkan, dan dapat juga
dilakukan dengan uji alkaloid yang ditandai dengan adanya endapan berwarna
jingga apabila ditambahkan pereaksi Dragendorff dan akan membentuk endapan
kuning apabila ditambahkan pereaksi Meyer. Kafein dapat diekstraksi dari air
dengan diklorometana, yang merupakan pelarut organik yang tak larut dalam air.
Karena kelarutan kafein dalam diklorometana lebih baik daripada dalam air, maka
kafein larut dengan mudah dalam diklorometana.
Struktur
kafein (C8H10N8O2)
2. METODE PERCOBAAN
Ekstraksi
padat/cair: ekstraksi kafein dari teh
Dimasukan 10 kantong teh celup dan 20 g natrium
karbonat ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan 225ml air mendidih.
Dibiarkan campuran selama 7 menit, kemudian didekantasi campuran reaksi ke
dalam labu Erlenmeyer lain. Ke dalam kantong teh ditambahkan lagi 50 ml air
panas, lalu didekantasi ekstrak teh dan
digabungkan ekstrak teh sebelumnya. Untuk mengekstrak sisa kafein yang mungkin
ada dididihkan air berisi kantong teh selama 20 menit, lalu didekantasi ekstraknya.
Kemudian ekstrak teh didinginkan pada suhu kamar, lalu diekstraksi dalam corong
pisah dengan menambahkan 30 ml diklorometana. Corong pisah dikocok secara
perlahan selama 5 menit, sambil kran corong pisah di buka. Ekstraksi diulangi
dengan menambahkan 30 ml diklorometana ke dalam corong pisah. Ekstrak
diklorometana digabungkan dengan semua fraksi yang berwujud emulsi di dalam
labu Erlenmeyer 125 ml, lalu ditambahkan kalsium klorida anhidrat sambil diaduk
selama 10 menit. Kemudian didekantasi ekstrak diklorometana dan gumpalan
kalsium klorida anhidrat tidak ikut terbawa. Erlenmeyer dan kertas saring
dibilas dengan diklorometana. Filtrat digabungkan dan dilakukan distilasi
menggunakan penangas air diatas pemanas air untuk menguapkan diklorometana.
Kemudian produk ditimbang. Dilakukan rekristalisasi menggunakan 5ml aseton
panas, lalu dipindahkan larutan ini dengan pipet ke dalam labu Erlenmeyer , dan
dalam keadaan panas di tambahkan n-heksana tetes demi tetes sampai terbentuk
keruhan. Lalu labu Erlenmeyer didinginkan dan kristal yang terbentuk disaring
dengan penyaringan vakum, kemudian kristal dicuci dengan beberapa tetes
n-heksana dingin.
Uji
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Untuk uji
kromatografi lapis tipis (KLT), sampel kristal kafein hasil ekstraksi dilarutkan
dengan diklorometana. Kemudian larutan sampel ini ditotolkan diatas pelat KLT
sampai nodanya cukup tebal. Kemudian dilakukan elusi KLT menggunakan eluen etil
asetat-metanol=3:1 dan dilakukan elusi juga dengan eluen kloroform-metanol=9:1.
Lalu dilakukan elusi sampai batas atas pelat, dikeluarkan dan di keringkan. Di
semprot pelat yang telah di kembangkan dengan pereaksi Dragendorff lalu dipanaskan pelat KLT diatas pemanas
listrik hingga kering. Adanya alkaloid di tunjukan oleh noda pelat berwarna
jingga.
Uji Alkaloid
Untuk uji alkaloid, kristal kafein dilarutkan dalam
air. Kemudian diteteskan 1-2 tetes pereaksi Meyer. Terbentuk endapan kuning
yang menandakan larutan mengandung alkaloid. Apabila diteteskan pereaksi
Dragendorff akan terbentuk endapan jingga
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Massa kristal kafein dari distilasi biasa = 0,051 gram
Hasil uji titik leleh kristal kafein = (236-238)0C
Titik leleh kristal kafein menurut referensi = (234-239)0C
Rf kafein dengan eluen etil asett-metanol 3:1 = 0,69 dan 0,97
Rf kafein dengan eluen kloroform-metanol 9:1 =
0,71 dan 0,91
Hasil uji kafein dengan pereaksi Meyer = endapan kuning
Hasil uji kafein dengan pereaksi Dragendroff = endapan
jingga
Kafein merupakan senyawa bahan alam
yang tersebar luas dan tergolong dalam senyawa alkaloid. Kafein memiliki berat
molekul 194.19 dengan rumus kimia C8H10N8O2
dan pH 6.9 (larutan kafein 1% dalam air), bersifat basa lemah, berbentuk serbuk
putih yaitu kristal-kristal panjang, rasanya pahit, Bila tidak mengandung air,
kafein meleleh pada suhu 234 oC-239 oC. Kafein mudah
larut dalam air panas dan diklorometana, tetapi sedikit larut dalam air dingin
dan alkohol. Kafein bersifat basa lemah dan hanya dapat membentuk garam dengan
basa kuat.
Kafein
dapat diisolasi dari teh dengan pelarut air dan
diklorometana karena kelarutan kafein dalam kedua pelarut itu besar. Air
sebagai pelarut mempunyai banyak keuntungan, selain murah juga mudah didapat
dan selama isolasi tidak merusak kafein walaupun pada suhu tinggi. Kelemahan dari penggunaan air sebagai pengekstrak adalah
waktu isolasi yang lama, pemecahan kafein dari garam-garam tanaman sukar, hal
ini mengakibatkan kafein yang dapat diekstrak sedikit sekali.
Pada percobaan kali ini, untuk memisahkan kafein dari teh
digunakan metode ekstraksi padat-cair. Metode ekstraksi padat-cair berarti
mengekstraksi suatu zat dari fasa padat ( teh celup) kemudian mengubahnya
menjadi fasa cair (larutan kafein-diklorometana). Efesiensi ekstraksi padat-cair
ditentukan oleh besarnya ukuran partikel zat padat yang mengandung zat organik. Pertama, untuk mendapatkan kafein dari teh
dilakukan penyeduhan atau penambahan air
mendidih. Digunakan air panas karena zat akan lebih mudah larut dalam pelarut
air panas daripada pelarut air dingin, sehingga semakin banyak ekstrak teh yang
diperoleh. Teh ditambahkan air panas beberapa kali agar semakin banyak ekstrak
yang diperoleh.
Ekstrak teh yang diperoleh tidak hanya mengandung
kafein tapi juga ada senyawa-senyawa lain yang ikut larut terutama senyawa tannin.
Tannin adalah senyawa fenolik yang larut dalam air. Di dalam air, tanin
membentuk koloid dan memiliki rasa asam.
Kafein yang
mengandung tannin dapat dipisahkan dengan menambahkan natrium karbonat dan
diklorometana. Karena tannin merupakan senyawa fenolik yang bersifat cukup
asam, maka senyawa ini dapat diubah dulu menjadi garam menggunakan natrium
karbonat yang bersifat basa, Sehingga tannin berubah menjadi anion fenolik yang
larut dalam air tapi tidak larut dalam diklorometana.
Diklorometana merupakan senyawa non-polar yang dapat
melarutkan kafein yang juga merupakan senyawa non-polar. Larutan teh mempunyai berat
jenis yang lebih kecil bila dibandingkan dengan diklorometana. Perbedaan berat
jenis kedua larutan tersebut mengakibatkan terbentuknya dua lapisan pada corong
pisah. Dimana lapisan atas adalah larutan
teh, sedangkan lapisan bawah merupakan larutan
diklorometana. Lapisan bawah yang mengandung kafein ditampung dan lapisan atas
dibilas kembali dengan diklorometana. Hal ini dilakukan agar kafein yang masih
ada pada lapisan atas/fasa air larut dan sekaligus memurnikan kafein dari
zat-zat pengotornya, sehingga kafein yang diperoleh benar-benar murni.
Saat penambahan diklorometana ke dalam ekstrak teh,
corong pisah dikocok perlahan dengan sesekali membuka kran corong pisah untuk
mengeluarkan uap yang dihasikan oleh senyawa volatile yang terdapat dalam ekstrak teh. Pada saat pengocokan
terjadi reaksi yang menghasilkan gas, sehingga dengan dibukanya kran corong
pisah , CO2 yang berasal dari natrium karbonat dapat keluar dan
terbentuk kesetimbangan tekanan didalam dan diluar corong.
Pengocokan pada
corong pisah ini bertujuan untuk memperbanyak peluang kontak antara kafein
dengan diklorometana agar semakin banyak kafein yang larut dalam diklorometana,
tapi pengocokan jangan terlalu kuat karena akan mengakibatkan pembentukan
emulsi antara diklorometana dengan air oleh garam tanin yang bersifat surfaktan
anion. Setelah proses ini selesai akan didapat larutan air-garam dan kafein-diklorometana.
Untuk memisahkan keduanya ditambahkan kalsium klorida
anhidrat kemudian didekantasi atau disaring menggunakan kertas saring biasa. Tujuan
penambahan CaCI2 anhidrat adalah untuk pengikatan fasa air yang ikut
serta pada saat pemisahan fasa
diklorometana dan fasa air dengan menggunakan corong pisah. Fasa air bisa ikut
serta karena dua hal. Pertama adalah karena ketidaksengajaan memasukan fasa air
atau emulsi. Kedua adalah karena air sedikit larut dalam pelarut senyawa
organik seperti diklorometana yang digunakan pada percobaan ini. Jadi kalsium klorida anhidrat ini akan menyerap
air yang masih terkandung di dalam larutan kafein-diklorometana sehingga
setelah dilakukan penyaringan,, filtrat yang diperoleh adalah murni larutan
kafein-diklorometana
Untuk memisahkan kafein dengan diklorometana dilakukan
distilasi. Distilasi yang dilakukan adalah distilasi sederhana, karena
perbedaan titik didih yang jauh antara kafein dengan diklorometana. Dari
percobaan diperoleh kristal kafein sebanyak 0,0051 gram. Dari kristal kafein
ini diproleh titik leleh kafein yaitu (236-238)0C sedangkan menurut
referensi (234-239)0C. Perbedaan ttik leleh hasil percobaan dengan
referensi yang tidak terlalu besar menandakan bahwa kristal yang diperoleh
adalah kafein.
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa
bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan terdapat pada tumbuhan. Alakaloid
merupakan hasil dari metabolisme sekunder. Salah satu contoh dari senyawa
alkaloid yaitu kafein. Untuk membuktikan bahwa kristal yang diperoleh adalah
kristal kafein maka dilakukan uji alkaloid. Uji ini dilakukan dengan melarutkan
kristal dalam air kemudian ditetesi pereaksi Meyer dan Dragendorff.
Pengujian alkaloid menggunakan pereaksi Meyer dan
Dragendroff pada dasarnya menggunakan sifat dasar alkaloid yang reaktif
terhadap logam berat. Dalam hal ini, pereaksi Meyer mengandung logam berat Bi
(bismut) dan pereaksi Dragendroff mengandung logam berat Pb (timbal). Pada
pereaksi Meyer, jika terdapat alkaloid, alkaloid akan bereaksi dengan bismut
sehingga menggumpal dan mengendap dalam endapan berwarna kuning. Pada pereaksi
Dragendroff, jika terdapat alkaloid, alkaloid akan bereaksi dengan timbal
sehingga menggumpal dan mengendap dalam endapan berwarna jingga.
Dari hasil percobaan didapat larutan kristal yang
ditambah Degendorff menghasilkan endapan warna jingga dan pada larutan kristal
ditambah Meyer menghasilkan endapan warna kuning. Hasil ini menunjukkan kristal
tersebut mengandung senyawa alkaloid yang artinya kristal tersebut benar
merupakan kristal kafein. Biasanya endapan lebih mudah muncul dengan reaksi
antara sampel dengan Dragndroff daripada Meyer. Hal tersebut terjadi karena
dibutuhkan lebih bnyak alkaloid untuk menggumpalkan logam berat jenis bismut
daripada timbal.
Pada kromatografi lapis tipis ini
digunakan pelat alumunium dengan silika gel sebagai fasa diam dan pelarut
organik, atau beberapa campuran pelarut organik sebagai fasa gerak. Ketika fasa
gerak melalui permukaan silika gel, fasa gerak ini membawa analit organik
melalui partikel fasa diam. Namun, analit hanya bisa bergerak bersama
pelarut jika tidak terikat pada permukaan silika gel. Karakter elektropositif
silika gel dan karakter elektronegatif oksigen membuat fasa diam silika gel
sangatlah polar. Semakin polar molekul yang akan dipisahkan,
semakin kuat interaksinya dengan silika gel. Hal ini juga yang menyebabkan
pemilihan pelarut non polar (diklorometana) pada percobaan ini. Pelarut nonpolar
akan lebih lama berada pada fasa gerak dan jarak yang dapat ditempuhnya dapat
dipastikan merupakan jarak terjauh dari kondisi awal sebelum dielusi. Karena
itu, pembandingan Rf dari suatu zat yang kita cari dengan pelarut dapat
dilakukan dengan baik.
Pemilihan jenis absorben sebagai fasa
diam dan sistem pelarut sebagai fasa gerak haruslah dilakukan dengan tepat.
Jika absorben mengikat semua molekul terlarut dengan kuat, maka senyawa-senyawa
tersebut tidak akan turun keluar kolom. Sementara itu, jika pelarut mengikat
semua molekul terlarut dengan kuat, maka senyawa-senyawa tersebut akan dengan
mudah keluar dari kolom tanpa adanya pemisahan.
Penyemprotan dengan reagen dragendroff
dan pengeringannya setelah proses elusi bertujuan untuk memberi warna pada zat
organik yang kita dapat pada sampel. KLT juga dapat digunakan untuk menentukan
Rf. Rf merupakan nilai perbandingan antara jarak tempuh zat dan jarak tempuh
pelarut.
Perhitungan nilai Rf,
didasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dengan jarak yang
tempuh oleh bercak warna masing-masing. Ketika pelarut mendekati bagian atas
lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai
dengan sebuah garis. Semakin polar senyawa yang terkandung pada larutan,
semakin kuat interaksinya dengan fasa diam yang digunakan, semakin kecil nilai
Rf yang dihasilkannya.
Etil
asetat dan kloroform berfungsi sebagai medium fasa bergerak pada larutan
organik, dan metanol (senyawa alkohol) berfungsi sebagai medium fasa bergerak
larutan polar atau air. Larutan organik akan terkapilarisasi bersama dengan
pelarut organik etil asetat atau kloroform, sedangkan jika larutan bersifat
polar maka akan terkapilaritasi bersama pelarut polar (metanol). Kafein yang
merupakan senyawa organik akan terkapilaritasi bersama etil asetat dan
kloroform. Rf yang dihasilkan elusi menggunakan etil asetat dan kloroform
berbeda. Hal ini terjadi karena keduanya memiliki perbedaan pada tingkat
polaritas. Dengan Rf yang lebih kecil, etil asetat memiliki tingkat polaritas
yang lebih tinggi dari kloroform.
Dari percobaan, diperoleh Rf kafein
dengan eluen etil asett-metanol: 3:1= 0,69 dan 0,97 dan Rf kafein dengan eluen
kloroform-metanol: 9:1= 0,71 dan 0,91.
4.
KESIMPULAN
Dari percobaan
isolasi kafein dari teh diperoleh massa
kristal kafein dari distilasi biasa
0,051 gram, titik leleh kristal kafein adalah (236-238)0C. Rf
kafein dengan eluen etil asett-metanol 3:1 adalah 0,69 dan 0,97 dan Rf kafein dengan eluen kloroform-metanol 9:1 0,71 dan 0,91. Hasil uji kafein dengan pereaksi Meyer menghasilkan endapan kuning dan Hasil uji kafein dengan pereaksi Dragendroff menghasilkan endapan jingga. Hal ini menunjukan bahwa kafein mengandung alkaloid
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang
tua penulis yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis dalam
menyelesaikan laporan ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
dosen dan asisten praktikum yang telah membimbing penulis saat praktikum serta
teman-teman yang juga membantu penulis saat praktikum dan penyelesaian laporan
ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1]Chairani, novira. kimia bahan alam.http://novirachairaniocd42.blogspot.com/2013/12/alkaloid-biosintesis-senyawa-alkaloid.html?m=1,
2013.
[2]
Susianah. Pemisahan senyawa organic.http://blogs.itb.ac.id/susianah/2012/11/04/kafein-dalam-teh-laporan-praktikum-kimia-organik/,
2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar